Revitalisasi Peran Generasi Muda Dalam Proses Akselerasi Pembangunan Melalui Regenerasi dan Restrukturisasi KNPI Sebagai Motor Penggerak Semangat Kepemudaan

Senin, 10 Juni 2013

Belajar (Kembali) Spirit Sumpah Pemuda 1928


Ketua KNPI Kota Palangka Raya

Kami Putra-Putri Indonesia,
Bertanah Air Satu
Tanah Air Indonesia
Berbangsa Satu
Bangsa Indonesia
Berbahasa Satu
Bahasa Indonesia
(Trilogi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)

           
Kembali, bangsa Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda. Tepatnya yang ke 79 tahun. Peristiwa sejarah, momen krusial yang dipenuhi spirit persatuan dalam menapaki cita-cita merdeka secara defenitif layak untuk terus dihayati dan diapresiasi para generasi penerus—baca; pemuda masa sekarang.
Memang sudah selayaknya kita belajar tentang kesungguhan perjuangan untuk rakyat. Pemuda eksponen 1928 telah menegaskan bahwa kepentingan untuk merdeka bagi semua rakyat atas penjajah adalah prioritas utama. Heterogenitas ternisbikan oleh spirit bersatu. Para pemuda yang dilingkupi dengan situasi keterbatasan dan ketertindasan mampu merancang skenario masa depan bangsanya dengan amat cerdas. Jelasnya keberanian untuk mengikrarkan kesatuan ini dilatarbelakangi spirit hidup berbangsa untuk pencapaian kemerdekaan Indonesia secara definitif terletak pada kemampuan menanggalkan egoisme kelompok dan pribadi. Seluruh elemen mengagendakan visi  politis strategis, mematahkan ke-terkotak-kan bangsa akibat politik etis kolonial. Bahu membahu membangun simbiosis mutualisme demi terciptanya kemerdekaan dan kesejahteraan hidup berbangsa.
Bagaimana dengan sekarang? Rasanya tidaklah tabu jika penulis memunculkan wacana untuk memaknai kembali ruh suci sumpah pemuda sebagai wahana kontemplasi sebelum bergerak maju menuntaskan agenda gerakan selanjutnya
Dalam kontek kebangsaan, menurut penulis gerakan pemuda sekarang terperangkap pada jebakan realitas dan pragmatisme. Ormas pergerakan tak lebih menjadi alat untuk mepet pada pusat kekuasaan. Buktinya, isu kenaikan BBM tak secara maksimal diperjuangkan oleh gerakan pemuda. Isu KKN yang super canggih mengakar tak mampu dihadapi oleh idealisme gerakan. Gerakan menjadi mandul dan miskin terobosan brilian. Para pemuda tidak mampu membuat orientasi isu, skenario gerakan yang membumi terhadap segala bentuk penyelewengan penyelanggaraan negara. Mungkinkah benar apa yang pernah disampaikan oleh Bung Rusman Ghazali bahwa para pemuda sesungguhnya telah gagal menyelamatkan Sumpah Suci 28 Oktober 1928”?
Jika memang demikian perlulah kiranya punggawa gerakan masa kini belajar dan memaknai kembali Spirit Sumpah Pemuda 1928. Caranya Pertama, menentukan common enemy dalam aktivitas gerakan. Untuk kontek sekarang isu KKN masih layak dijadikan target musuh bersama. Lihatlah para angkatan 28, mereka berhasil berkonsolidasi dengan satu kata yakni persatuan yang terangkum dalam trilogi. Selektifitas mereka yang cermat dalam menentukan isu dan sistematika gerakan terbukti dalam sejarah. Gerakan pemuda masa kini layak mempertimbangkan langkah yang sama. Berkonsolidasi menghadapi sistem yang korup dalam sistem penyelenggaran negara. Daya hancur KKN yang dasyat terhadap sendi berbangsa dan bernegara menjadi pembenar untuk melakukan ’pemberangusan’ aktivitas KKN. Namun, gelombang dan ritme gerakan harus diatur sedemikian rupa agar stamina tetap prima dan merata disegenap pemuda nusantara.
Menurut penulis, perlu sebuah ’silaturahmi akbar’ yang intens bagi segenap elemen gerakan pemuda. Komunikasi dan penyatuan persepsi yang  dibingkai oleh permusuhan abadi terhadap KKN. Dan situasi yang kondusif serta didukung perangkat teknologi komunikasi yang lengkap semakin memudahkan proses pembumian isu gerakan. Sekaligus menentukan tokoh gerakan yang mampu mempersatukan segenap elemen gerakan. Dan tokoh yang dimunculkan haruslah di back up dengan tink tank yang solid. Mengapa perlu dimunculkan tokoh baru, rasanya sosok-sosok tokoh sekarang telah uzur untuk menanggung beban idealisme gerakan pemuda. Dan jika menilik sejarah, pemuda-pemuda yang bersumpah tahun 1928 juga memunculkan tokoh-tokoh ke ruang publik. Sekali lagi langkah strategi pemuda tahun 28 layak dipertimbangkan.
Kedua, membangun sikap loyal dan totalitas terhadap platform gerakan. Ini sangat penting karena kawah candradimuka telah terkontaminasi dengan virus KKN yang amat resisten disamping itu posisi pemuda yang saat ini kian tereksploitasi oleh kepentingan penyelenggaraan yang menyeleweng dari harapan rakyat. Soekarno, Hatta, H. Agus Salim, Soenario dan masih banyak lagi memberikan contoh bagaimana loyalitas dan totalitas mereka terhadap perjuangan yang tegak pada pondasi kebenaran dan keadilan.
Terakhir, jelang pemilu 2009 biasanya pemuda akan laris bak kacang goreng. Institusi parpol atau kelompok biasanya merekrut pemuda-pemuda potensial untuk memperkuat jajarannya dalam menghadapi pesta demokrasi. Baik itu sebagai pemikir atau hanya sebagai bemper pembenar kepentingan politik sesaat. Ini menjadi ujian bagi gerakan pemuda yang berhasil belajar kambali dan meresapi makna spirit Sumpah Pemuda yang ke 79 tahun ini. Sebuah sunnatullah, himpitan arus idealisme pasti akan dibenturkan dengan pragmatisme. Wallahu ’alam

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru